Contoh Teks Kritik Sastra dalam Cerita Pendek Ternyata itu Jemari Tuhan
Cerpen yang berjudul ‘ternyata itu jemari Tuhan’ menceritakan tentang pergumulan tokoh aku mengenai pemikirannya tentang keberadaan Tuhan dan realitas alam sebagai maha karya Tuhan. Kontruksi berpikir si aku dalam cerpen tersebut dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya karena buku “Pengembaraan Kaum Ateis dalam Mencari Tuhan” yang pernah ia baca.
Dilematis antara keyakinannya dengan konsep berpikir kaum atheis tentang keberadaan Tuhan nampak jelas dalam kutipan berikut ini.
Helai demi helai kubuka, kutemukan bab pertama secara gamblang berbicara tentang kebenaran adalah Tuhan menurut kaum ateis.
"Barangkali orang - orang yang percaya Tuhan selama ini salah menilai mereka. Mereka berbicara tentang kebenaran. Mengenal hal yang baik dan buruk. Lantas agama yang saya yakini pun berbicara tentang Tuhan yang adalah kebenaran", batinku.
Sementara masih terpaku di kursi tua, pelan-pelan kumenutup lembar demi lembar buku yang masih tergenggam erat di jemari. Berpikir bahwa sudah mendapat gambaran sedikit Siapa Pencipta menurut kaum ateis menurut pemahamannya.
"Ya memang agamawan memvonis mereka tidak percaya Tuhan. Tapi, dalam prakteknya tidak mungkin lebih baik dari mereka", gumamku dalam kalbu.
Paragraf terakhir dari kutipan di atas menunjukan kritikan si ‘aku’ terhadap tokoh – tokoh agama yang tindakan mereka tidak lebih baik daripada kaum Ateis.
Bagian ini menunjukan bahwa adanya sebuah dilematis, (pergumulan batin si aku-(tersirat) “benarkah yang dikatakan agamawan selama ini?”, ”apakah mereka (pemimpin agama) bisa melakukan apa yang dikatakan?” dan berbagai pertanyaan retoris yang lainnya. Namun gejolak batin si aku sampai pada kesimpulan, sekaligus merupakan sebuah pengakuan dan penyerahaan diri bahwa, Tuhanlah yang berkuasa atas langit, bumi dan segala isiaya.
Seketika memandang ke langit, tampak mega berarak-arakan menyambut butiran-butiran air yang hendak menjadi hujan. Pertanda sebentar lagi bumi akan basah hingga ke ujung batas hamparan titik horizon.
"Ya, alam dan cakupannya adalah realitas. Disanalah jemari Tuhan menyematkan karyanya", kalbu menyadarkanku.
Tokoh dan penokohan
Tokoh utama dalam cerpen ini adalah ‘aku’. Dominasi tokoh tersebut nampak jelas dalam setiap dialog batin.
"Barangkali orang-orang yang percaya Tuhan selama ini salah menilai mereka. Mereka berbicara tentang kebenaran. Mengenal hal yang baik dan buruk. Lantas agama yang saya yakini pun berbicara tentang Tuhan yang adalah kebenaran", batinku.
Dialog batin menjadi sentral karena sang penulis menggunakan sudut pandang ‘orang pertama serba tahu’. Sedangkan tokoh – tokoh semacam rohaniwan, kaum atheis, sahabat lama si aku dan burung yang berkicau di sekitar gubuk si aku merupakan peran pembantu yang melengkapi pergumulan dan refleksi tokoh utama.
Berikut ini penggambaran karakter tokoh utama.
Pertama, si aku orang yang kritis.
Kritis dalam konteks ini ialah si aku selalu mempertanyaan kebenaran ucapan dan tindakan dari pemuka agama, “apakah yang mereka (agawawan) sampaikan soal kebenaran, sudah dilakukan dengan benar”. Letak kekritisan yang dimaksudkan ialah apakah perkataan dan perbuatan sudah sejalan, atau jangan – jangan mereka (rohaniwan) hanya bias bicara kebaikan tanpa memiliki kemampuan untuk melaksanakannya.
"Ya memang agamawan memvonis mereka tidak percaya Tuhan. Tapi, dalam prakteknya tidak mungkin lebih baik dari mereka", gumamku dalam kalbu.
Sikap kritis tersebut diperoleh si aku setelah melalui penglihatan dan pengalaman perjumpaan dengan mereka yang percaya kepada Tuhan dan mereka yang tidak ber Tuhan (Ateis).
Kedua, orang yang suka membaca
Sikap kritis sebagaimana diungkapkan pada bagian pertama, hadir karena pengalaman perjumpaan. Selain itu, karena kesukaan si aku akan bacaan. Nah, dalam konteks cerpen yang berjudul ternyata itu jemari Tuhan, sikap kritis sang tokoh dikarenakan yang bersangkutan sebelumnya membaca buku yang berjudul "Pengembaraan Kaum Ateis Dalam Mencari Tuhan".
Bagian dari cerpen ini yang menunjukan bahwa si aku suka membaca terdapat penggambaran tokoh.
Kata kuncinya adalah ‘kulahap’, letaknya pada paragraf pertama kalimat kedua, Sementara sebuah buku yang hendak kulahap masih parkir rapi di atas meja yang terbuat dari kayu besi.
Gaya Bahasa
Secara keseluruhan gaya Bahasa dalam cerpen yang berjudul ‘ternyata itu jemari Tuhan’; Ditulis oleh pak Carlos, guru muda yang bertugas di pedalaman Papua Barat ini didominasi oleh makna lugas. Namun pada setiap bagian paragraph terdapat diksi yang merujuk pada makna kias.
Tujuannya sebagai ‘pemanis karya’ dan memberi karakter pada sifat kesusastraan. Oleh karena itu, untuk membahami keseluruhan cerpen maka seorang pembaca kritis terlebih dahulu harus memahami kata – kata kias yang digunakan.
Contoh:
Mari kita lihat di paragraf pertama
Segelas kopi setengah manis yang masih panas, sudah setengah habis. Sementara sebuah buku yang hendak kulahap masih parkir rapi di atas meja yang terbuat dari kayu besi. Sesekali mata memandang bilik bumi sebelah barat, matahari malu-malu hendak bersembunyi di balik tirainya.
Paragraf pertama, kalimat pertama, pembaca disuguhi kalimat yang bunyi akhirnya “s” “Segelas kopi setengah manis yang masih panas, sudah setengah habis”.
Kalimat tersebut sepenuhnya bermakna lugas, namun penematannya yang jika ditinjau dari segi tata bahasa Indonesia baku, terdapat kerancuan, letaknya pada kata “setengah manis yang masih panas”. “yang panas itu manis ataukah komposisi gula dan kopi yang pas sehingga terasa mantap”.
Itu pertanyaan kritisnya, namun anak – anak perlu ketahui bahwa dalam konteks penulisan sastra (cerpen, novel, drama) ada prinsp license et politica, artinya kebenaran yang sebenarnya hanya ada pada sang penulis. Jadi dianggap sah dan wajar selama keseluruhan karya tersebut bisa diambil maknanya (tersirat atau pun tersurat).
Intinya adalah dalam cerpen ini secara umum menggunakan makna lugas, namun di beberapa bagaian ada makna kias. Untuk memahami keseluruhan cerpen seorang pembaca kritis atau kritikus sastra perlu memahami terlebih dahulu diksi yang bermakna kias tersebut.
Kelemahan
Tidak ada karya yang sempurna, demikian juga dengan cerpen yang ditulis oleh pak Carlos, mantan jurnalis yang kini menjadi guru di Manokwari Papua Barat ini. Namun kekurangan yang dimaksudkan dalam konteks ini hanya dilihat dari unsur pembaca dan bersifat subjektif. Kebenarannya hanya pada sang penulis, prinsip license et politica.
Kelemahan yang dimaksudkan ialah pilihan kata kias yang digunakan cenderung spesifik, misalnya penyebutan bilik bumi untuk kamar atau ruangan yang lain.
Jika mayoritas kata - kata yang digunakan bersifat spesifik dan kias maka akan sangat sulit bagi seorang pembaca untuk mendekati pemahaman sang penulisnya. Minimal memahami pesan tersirat dan tersurat dari cerpen tersebut.
Kelebihan
Pencinta buku dan penikmat sastra setelah membaca cerpen ini setidaknya ada dua hal yang bisa dilakukan.
Pertama mencari buku yang dibaca oleh tokoh aku dalam cerpen ini karena segala kisah dimaulai dari isi buku tersebut. Entah tujuannya untuk koleksi atau membandingkan apa yang ditulis oleh pak Carlos. Tentunya bisa dianalisis kembali dari berbagi disiplin ilmu atau jenis tulisan yang berbeda. Misalnya resensi buku.
Jadi keunggulan yang dimaksudkan pada bagian ini adalah informasi baru yang dihadirkan sang penulis. Sedangkan dari aspek sastra maka pembaca yang memiliki ketertarikan serupa tentu senang bila mendapatkan inspirasi dari setiap rima dan diksi kias yang diunggulkan dalam cerpen ternyata itu jemari Tuhan karya Carolus dari Timur Indonesia.
Jadi kelebihannya pada informasi baru yang dihadirkan, alternative menulis dan inspirasi bagi pencinta sastra.
Penutup
Karya sastra merupakan tiruan kehidupan. Fungsinya untuk manusia dan kehidupan, prinsipnya dari manusia, oleh manusia dan fungsinya untuk manusia.
Sama halnya dengan cerpen yang berjudul ternyata itu jemari Tuhan. Penulis mau mengungkapkan realitas sosial manusia zaman ini. Ada keyakinan tentang keberadaan Tuhan sebagai Yang Maha Kuasa dan penyerahan diri secara total pada Keilahilan Tuhan yang menciptakan langkit, bumi dan segala isinya.
Posting Komentar untuk " Contoh Teks Kritik Sastra dalam Cerita Pendek Ternyata itu Jemari Tuhan"